Friday, March 25, 2011

pemberontakan pki

ulainya Pemberontakan

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan dicap oleh rezim Orde Baru ikut mendalangi pemberontakan G30S pada tahun 1965. Namun tuduhan dalang PKI dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti secara tuntas, dan masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa pemberontakan itu didalangi PKI. Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA).

Hal ini masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI dan beberapa orang yang lolos dari pembantaian anti PKI. Latar belakang sejarah Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.(http://www.marxist.com/Asia/earlyPKI.html) Pada Oktober 1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka).

Editornya adalah Adolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia. Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Indonesia, "Soeara Merdika".

Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun. ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.

Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada 1919, ISDV hanya mempunyai 25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang dari 400 orang anggota. Pembentukan Partai Komunis Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia.

Semaun diangkat sebagai ketua partai. PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan 1926 Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua.(http://www.independent-bangladesh.com/news/may/20/20052005ed.htm) Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda.

Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah. Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol PKI.(http://www.marxists.org/indonesia/indones/pkihist.htm) Setelah kemerdekaan: bangkit kembali Setelah pemerintahan Jepang menyerah kalah kepada Tentara Sekutu pada 1945, PKI muncul kembali di panggung politik Indonesia dan ikut serta secara aktif dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan nasional. Banyak satuan-satuan bersenjata yang berada di bawah kontrol ataupun pengaruh PKI.

Meskipun milisi-milisi PKI memainkan peranan penting dalam perlawanan terhadap Belanda, Soekarno khawatir bahwa semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Lain daripada itu, perkembangan PKI dirasakan sangat mengancam kelompok-kelompok kanan dalam dunia politik Indonesia, maupun Amerika Serikat. Peristiwa Madiun 1948 Pada Februari 1948 PKI dan unsur-unsur kiri dari Partai Sosialis Indonesia membentuk sebuah front bersama, yaitu Front Demokratis Rakjat. Front ini tidak bertahan lama, namun unsur-unsur kiri PSI kemudian bergabung dengan PKI. Pada saat ini milisi-milisi Pesindo berada di bawah kontrol PKI. Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah mengembara selama 12 tahun di Uni Soviet.

Politk biro PKI dibentuk kembali, dengan pemimpinnya antara lain Dipa Nusantara Aidit, M.H. Lukman dan Njoto. Setelah penandatanganan Perjanjian Renville (1948), banyak satuan-satuan bersenjata republiken yang kembali dari daerah-daerah konflik. Hal ini memberikan rasa percaya diri di kalangan kelompok sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi PKI secara militer. Satuan-satuan gerilya dan milisi yang berada di bawah pengaruh PKI diperintahkan untuk membubarkan diri.

Di Madiun, sekelompok militer yang dipengaruhi PKI yang menolak perintah perlucutan senjata tersebut dibunuh pada bulan September tahun yang sama. Pembunuhan ini menimbulkan pemberontakan bersenjata. Hal ini menimbulkan alasan untuk menekan PKI. Sumber-sumber militer menyatakan bahwa PKI telah memproklamasikan pembentukan “Republik Soviet Indonesia” pada 18 September 1948 dengan Musso sebagai presidennya dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana menterinya.

Pada saat yang sama PKI menyatakan menolak pemberontakan itu dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang. Pemberontakan ini ditindas oleh pasukan-pasukan republik, dan PKI kembali mengalami masa penindasan. Pada 30 September Madiun berhasil dikuasai oleh pasukan-pasukan Republik dari Divisi Siliwangi. Beribu-ribu kader partai dibunuh dan 36.000 orang dipenjarakan.

Di antara mereka yang dibunuh termasuk Musso yang dibunuh pada 31 Oktober dengan alasan bahwa ia berusaha melarikan diri dari penjara. Amir Sjarifuddin, tokoh Partai Sosialis Indonesia, pun dibunuh pada peristiwa berdarah ini. Aidit dan Lukman mengungsi ke Republik Rakyat Tiongkok. Namun PKI tidak dilarang dan terus berfungsi. Pada 1949 partai ini mulai dibangun kembali. Bangkit kembali Pada 1950,

0 comments:

Post a Comment